Ditulis oleh Indra Permana on . Dilihat: 1046

Dirjen Badilag Buka Kegiatan Penyusunan Media Informasi Penyandang Disabilitas Peradilan Agama

Bekasi | badilag.mahkamahagung.go.id

Selama 3 hari dari tanggal 14 s/d 16 Oktober, Direktorat Pembinaan Adminitrasi mengadakan pembahasan secara intensif materi Media Informasi bagi penyandang disabilitas. Kegiatan yang dibuka langsung oleh Dirjen Badilag Dr. Drs. Aco Nur, S.H.,M.H pada rabu malam pukul 19.00 WIB bertempat di Hotel Horison Ultima Bekasi. Kegiatan yang dihadiri oleh peneliti-peneliti senior dari Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung yang selama 3 bulan terakhir telah melakukan penelitian terhadap Layanan Disabilitas di Lingkungan Pengadilan secara intensif dan sistematis pada beberapa wilayah seperti Palembang, Yogyakarta, dan Bandung. Selain peneliti tersebut, kegiatan juga dihadiri oleh Hakim-Hakim Yustisial di Lingkungan Kamar Agama Mahkamah Agung RI serta beberapa Panitera di Wilayah PTA Jakarta.

Dalam sambutan pembukaan acara tersebut, Dirjen Badilag menyampaikan “bahwa Mahkamah Agung selalu di depan memberikan terobosan-terobosan yang bahkan belum diprediksi sebelumnya oleh Pemerintah. Misalnya pada tahun 2018 Mahkamah Agung telah menerbitkan Perma No 3 Tahun 2018 mengenai administrasi perkara secara elektronik disusul Perma No 1 Tahun 2019 tentang e-Litigasi. Jauh sebelum pandemi Covid19 terjadi Mahkamah Agung telah melakukan terobosan yang saat ini amat dirasakan manfaatnya dimana terjadi mekanisme pembatasan tatap muka, protokol kesehatan, bahkan PSBB, Namun itu semua tidak menjadi hambatan dalam bekerja karena sistem peradilan telah siap dengan sistem elektroniknya.” Labih lanjut beliau ia menambahkan “juga dengan pengadilan Inklusif, Peradilan Agama harus bergegas dan cepat merespon Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas kemudian disusul Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan, Peradilan Agama harus siap meningkatan peradilannya selain sebagai Excellent Court juga dengan Inklusif Court yang artinya selain pelayanan yang prima juga pelayanan yang ramah terhadap penyandang disabilitas serta aksesibel oleh saudara-saudara kita penyandang disabilitas.”

Bapak Dirjen menitipkan pesan pada peserta bahwa kegiatan ini harus menghasilkan output setidak-tidaknya berupa Pedoman, Media Informasi serta regulasinya. Direktorat Pembinaan Administrasi dari sebelum penyelenggaraan ini telah melakukan Identifikasi Kebutuhan Difabel di Lingkungan Peradilan Agama melalui Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor : 2919/DjA/HK.00/8/2020, tanggal 6 Agustus 2020. “Dalam surat tersebut terdapat Link bit.ly yang menjaring seluruh data yang komponennya terdiri dari aspek Pelayanan, Aspek Sarana dan Prasarana, Aspek Administrasi, serta Aspek Usulan dari Satker.” Ujar Nur Djannah. “Dalam penjaringan data identifikasi tersebut ternyata diketahui pada satker pengadilan agama/mahkamah Syar’iyah mayoritas masih belum memiliki sarana prasarana misalnya adapun seperti Ramp/ kemiringan masih terlalu curam dan pendek dan ada jalan kursi roda namun terlalu sempt yang bahkan sukar dilalui oleh kursi roda, serta belum memiliki SDM yang memahami pelayanan disabilitas” Tambahnya.

Selain sambutan dan Laporan dari Pimpinan Badilag juga terdapat Pemaparan mengenai materi Urgensi Mewujudkan Pengadilan Inklusif yang disampaikan oleh Achmad Cholil, S.AG., S.H., LL.M. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasisecarapenuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas dalam realitanya masih menghadapi hambatan yang berupa: Legal barriers, Attitudinal barriers, Information and communication barriers, Physical barriers, dan Economic barriers. Hambatan-hambatan inilah yang hendak dihilangkan oleh Mahkamah Agung melalui Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 dimana memuat upaya menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional, mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan, dan berorientasi pada pelayanan publik yang prima termasuk juga terhadap pelayanan kepada penyang disabilitas di Peradilan Agama.

Paparan tersebut ditanggapi juga oleh Panitera PA Jakarta Pusat yang menanyakan mengenai penggunaan terminologi disabilitas atai difabilitas? “Saya lebih menyukai menggunakan istilah difabel. Kami telah berdiskusi dengan teman-teman SIGAB, Sapda, dan beberapa Pertuni dimana mereka tidak mempermasalahkan penggunaan kedua istilah ini. Tapi undang-undang menggunakan istilah penyandang disabilitas.” Jawab Arief Hidayat menanggapi. “Mengenai istilah ini masih menjadi perdebatan, sebagaian aktivis masih suka menggunakan difabel yang singkatannya different Able, kalau disabel khan Dis Abble. Namun pada pokoknya tidak menjadi masalah terkait penggunaan istilah ini.” Jawab Cholil.

Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab dari peserta penyusunan terkait braimstorming dan pengerucutan pembahasan induknya ada di Pedoman dimana salah satu substansinya itu adalah media informasi sehingga untuk pembahasan selama 3 hari ini dibatasi untuk substansi media informasi saja. Ujar Nur Djannah selaku penanggung jawab kegiatan. (Agus Digdo)